Selasa, 20 Mei 2014

Apa beda penggunaan kata Aku dan Kami oleh Allah?


Apa beda penggunaan kata Aku dan Kami oleh Allah?
Jawab: Terkadang Allah menggunakan kata Aku dan kata Kami di dalam perkataannya. Karena kata Aku ini di gunakan Allah untuk menunjukkan kebesarannya. Bahwa tiada tuhan selain Allah, dan Allahlah maha segalanya.
Contoh:
SURAH AL-BAQARAH
Peringatan Tuhan Kepada Bani Israil
Kata “Aku” oleh Allah
Ayat 40: Wahai Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu. Dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu, dan takutlah kepada-Ku saja.
Ayat 41: Dan berimanlah kamu kepada apa (al-quran) yang telah Aku turunkan yang membenarkan apa (taurat) yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang murah, dan bertakwalah kepada-Ku.
Dari contoh di atas sudah sangat jelas bahwa Allah adalah maha besar, maha penguasa, dan maha segalanya. Dengan maksud bahwa Allah menciptakan segala sesuatu tidak melibatkan makhluq manapun.  Allah menunjukkan bahwa hanya Allah Swt sendiri yang menciptakan. Tidak ada unsur lain atau makhluk lain (sekutu) yg membantu penciptaannya.
Maknanya menunjukkan kekuatan-Nya yang Maha Dahsyat. Tidak ada makhluk apa pun yang dapat menyamai keagungan dan kekuatan penciptaan-Nya yang luar biasa. Yang diperkuat dengan kata yang terdapat dalam ayat 41 tadi.  Yang bermakna bahwa Allah telah menurunkan Al-Quran dan Taurat yang ada pada Bani Israil sebagai bukti untuk percaya kepada Allah. Makanya Allah Swt mengatakan dengan aku.


Kemudian penggunaan kata Kami oleh Allah Swt, karena kata kami itu bermaksud bahwa bukan hanya Allah yang bekerja namun nabi juga turut andil dalam melaksanakan tugas. Sehingga dapat diartikan bahwa adanya saling kerja sama antara Allah dan Nabi.
Contoh:
Kata “Kami” oleh Allah
Ayat 38 : Kami berfirman, “Turunlah kamu semua dari surga! Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepada-Mu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut kepada mereka dan mereka tidak bersedih hati.”
Ayat 39: Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami,  mereka itu penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.
Ayat 49: Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (fir’aun dan) pengikut-pengikut fir’aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. dan apa yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari tuhan-Mu.
Ayat 50: Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir’aun dan) pengikut-pengikut fir’aun, sedang kamu menyaksikan.
Ayat 51: Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan kepada Musa empat puluh malam. Kemudian kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai persembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang yang zalim.
Ayat 52: Kemudian Kami memaafkan kamu setelah itu, agar kamu bersyukur.
Ayat 53: Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan kepada Musa kitab dan furqan, agar kamu memperoleh petunjuk.
Bukti bahwa Allah dan Nabi ini saling berkerjasama yaitu seperti Ayat 53  tadi yang mengatakan : Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan kepada Musa kitab dan furqan, agar kamu memperoleh petunjuk.
Di sini berarti Allah memberikan kitab tersebut kepada Musa terlebih dahulu baru kemudian Musa menyampaikan kepada Bani Israil sebagai petunjukknya. Dan kemudian,
Ayat 54 : Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Kamu benar-benar telah menzalimi dirimu sendiri dengan menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan), karena itu bertobatlah kepada penciptamu dan bunuhlah dirimu. Itu lebih baik bagimu di sisi penciptamu. Dia akan menerima tobatmu. Sungguh, Dia-lah Yang Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang.
Ayat 55 : Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas,” maka halilintar menyambarmu, sedang kamu menyaksikannya.
Ini bermaksud bahwa Allah mengingatkan Bani Israil lagi tentang prilakunya terdahulu bagaimana yang tidak mempercayai akan Allah. Yang ketika Musa menasehati tapi kaumnya tidak percaya. Nah, di sini terlihat jelas bahwa adanya saling kerja sama antara Allah dan Nabi, yaitu Nabi membantu Allah dengan memberi tahu kepada kaumnya untuk bertobat dan menyembah Allah. Makanya Allah mengatakan Kami, karena adanya saling kerjasama antara Allah dan Nabi.

Selasa, 06 Mei 2014

Mengapa terjemah Al-Quraan suarat Al-Fatihah ayat 7 berbunyi “Tunjukilah kami jalan yang lurus” bukan “Tunjukilah kami jalan yang benar”?



Mengapa terjemah Al-Quraan suarat Al-Fatihah ayat 7 berbunyi “Tunjukilah kami jalan yang lurus” bukan “Tunjukilah kami jalan yang benar”?
Jawab: Karena kata lurus ini sudah mewakili kata benar. Jika sudah lurus maka pastilah benar. Yang dimaksud lurus di sini adalah lurus hati, perasaan, dan niat seseorang. Jika hati seseorang sudah lurus, maka insyaallah semuanya pastilah akan benar. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan bahwa hakekat jalan yang lurus itu akan diperoleh dengan cara mengenali kebenaran dan mengamalkannya (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 39). Bahkan, Allah sendiri telah menegaskan bahwa tauhid dan ketaatan kepada-Nya inilah jalan yang lurus itu, bukan penyembahan dan ketaatan kepada syaitan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Bukankah Aku telah berpesan kepada kalian, wahai keturunan Adam; Janganlah kalian menyembah syaitan. Sesungguhnya dia adalah musuh yang nyata bagi kalian. Dan sembahlah Aku. Inilah jalan yang lurus.” (QS. Yasin: 60-61). Syaikh as-Sa’di rahimahullah menerangkan, bahwa yang dimaksud ‘mentaati syaitan’ itu mencakup segala bentuk kekafiran dan kemaksiatan. Adapun jalan yang lurus itu adalah beribadah kepada Allah, taat kepada-Nya, dan mendurhakai syaitan (lihat Taisir al-Karim ar-Rahman, hal. 698). Dan di dalam KBBI pun sudah dikatakan bahwa lurus ini adalah memanjang hanya satu arah, tanpa belokan atau lengkungan (tt garis, jalan, dsb).  Di dalam KBBI saja sudah menjelaskan bahwa lurus tersebut adalah lurus yang tanpa ada belokan. Begitu juga dengan hati manusia yang seharusnya selalu mempunyai niat yang lurus sesuai dengan kaidah ajaran agama islam. Dan harus selalu percaya kepada Allah, bahwa apa yang di garisan Allah ini adalah hal yang terbaik untuk kita. Jika ada sesuatu yang mungkin tidak sesuai dengan kehendak kita maka itu adalah suatu ujian untuk menjadikan kita menjadi pribadi manusia yang tegar dan sabar dalam menghadapi segala ujiannya. Jika ita mampu menghadapi segala ujian maka insyaallah Allah akan memberikan suatu hal yang terbai untuk diri kita.
                Nah, dari pernyataan di atas sudah sangat jelas bahwa kata lurus tersebutlah yang paling tepat daripada kata benar.

10 PERTANYAAN KELOMPOK DISKUSI “JENIS MAKNA”



10 PERTANYAAN KELOMPOK DISKUSI “JENIS MAKNA”

1.    Apakah ada perbedaan makna referensisal dan nonreferensial?
Jawab: Ada, karena kata referensial ini diperuntukkan untuk makna yang langsung berhubungan dengan kenyataan atau acuan yang merupakan tentang sesuatu yang telah disepakati bersama oleh (masyarakat bahasa) yang ada di dunia nyata. seperti pada  kata meja dan kursi. sedangkan kata nonreferensial ini diperuntukkan untuk makna yang tidak berhubungan langsung dengan kenyataan atau acuan yang bukan disepakati oleh masyarakat yang tidak bisa dilihat.

2.      Mengapa makna afektif lebih terasa lisan daripada tulisan?
Jawab: Karena makna afektif ini mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan tentang gaya bahasa atau makna. Sehingga makna afektif ini lebih terasa jika keluar lewat lisan, bukan tulisan.

3.      Jelaskan makna stilistika!
Jawab: Makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa. Makna stilistika berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama kepada pembaca. Sehingga makna stilistika lebih dirasakan di dalam karya sastra.

4.      Jelaskan perbedaan yang mendasar idiom penuh dan makna idiom sebagian!
Jawab: Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Sedangkan makna sebagian masih ada unsur yang memiliki makna leksikalnya sendiri.

5.      Jelaskan idiomatikal dan bahasa!
Jawab: Idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa (kata, frasa, atau kalimat) yang menyimpang dari makna leksikal atau makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Sedangkan pribahasa merupakan kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu. Karena pribahasa ini bersifat membandingkan atau mengumpamakan makna lazim atau perumpamaan.

6.      Jelaskan perbedaan makna istilah dan makna kata!
Jawab: Makna istilah adalah yang memiliki makna yang tetap dan pasti. Istilah ini mempunyai makna yang jelas, yang pasti, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Ketetapan dan kepastianlah yang digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Sedangkan mana kata adalah makna yang memiliki makna yang belum pasti dan jelas. Karena makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya.

7.      Jelaskan maksud yang sama antara idiom, ungkapan, dan metafora!
Jawab: Idiom di lihat dari segi makna yaitu menyimpangnya makan idiom ini dari makna leksikal dan makna gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Ungkapan dilihat dari segi ekspresi kebahasaan, yaitu dalam usaha penutur menyampaikan pikiran, perasaan, dan emosi dalam bentuk-bentuk satuan bahasa tertentu yang dianggap paling tepat. Sedangkan metafora dilihat dari segi kegunaannya sesuatu untuk membandingkan yang lain dari yang lain atau yang diungkapkan secara singkat dan padat, seperti pria itu menjadi kutu buku di sekolahku.

8.      Jelaskan makna leksikal dan makna denotatif!
Jawab: Makna leksikal adalah bentuk ajektifa yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Makna denotatif adalah makna yang sering disebut denotasional yang bermakna konseptual atau makna kognitif yang dilihat dari sudut yang lain yang lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, perasaan, dan lain-lain.

9.      Jelaskan makna konotatif dapat berubah dari waktu ke waktu!
Jawab: Makna konotatif dapat berubah dari wkatu kewaktu yaitu yang mempunyai makna yang dulunya atau sebelumya jelek atau negatif hingga sekarang ini menjadi atau bermakna positif. Seperti pada kata ceramah, dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti cerewet, tetapi sekarang konotasinya positif. Sebaliknya kata perempuan dulu sebelum zaman jepang berkonotasi netral, tetapi kini berkonotasi negatif.

10.  Jelaskan makna kolokatif!
Jawab: Makna kolokatif merupakan makna yang berkenaan dengan makna dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai “tempat” yang sama dalam sebuah frase.Misalnya kita dapat mengatakan gadis itu cantik; bunga itu indah; dan pemuda itu tampan. Tetapi kita tidak dapat mengatakan gadis itu tampan; bunga itu molek; dan pemuda itu cantik. Kita lihat walaupun indah, cantik tampan dan molek mempunyai “makna” yang sama, tetapi masing-masing terikat dengan kata-kata tertentu dalam suatu frase. Demikian juga dengan kata laju, deras, kencang, cepat, dan lancar, yang mempunyai makna yang sama tetapi pasti mempunyai kolokasi yang berbeda.

Tugas sintaksis kelompok 5



Description: D:\chitty shayuti\properti power point\logo universitas islam riau pekanbaru.jpg
TEORI SINTAKSIS MUTAKHIR
Dosen pembimbing : Ermawati S.,S.Pd.,M.A
Disusun oleh
Kelompok       : 5
Nama               : 1. Parsonangan
                          2. Mega Septina Jerita
                          3. Siti Rohmatun
                          4. Waya Sada Ningsi
                          5. Yelmi Safina

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Islam Riau
Pekanbaru
2014





KATA PENGANTAR


Alhamdulillahirobilalamin, puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, yang telah memeberikan kesehatan serta kekuatan kepada kami hingga saat ini. Tanpa itu semua mungkin segala sesuatu yang kami lakukan akan terkendala. Sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini.
Dengan begitu Alhamdulillahhirobilalamin, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semampu kami. Sungguh merupakan suatu kebahagiaan bagi kami karena dapat menyelesaikan makalah ini yang  judul “Teori-teori Sintaksis Mutachir”, dalam mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia. Makalah ini sudah kami  buat dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kami. Apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini kami sangat berharap agar dosen pembimbing mata kuliah Sintaksis Bahasa Indonesia ini yaitu ibu Ermawati S, S.Pd., M.A., serta teman-teman seperjuangan dan para pembaca makalah ini dapat memberikan kritikan serta sarannya. Guna untuk perbaikan kami dalam membuat makalah untuk kedepannya.


Pekanbaru, 5 Mei 2014


Penyusun




Teori-teori sintaksis mutakhir

a.       Teori sintaksis struktural
1.      Prinsip-prinsip teori sintaksis struktural
Menurut Lyons (1968:38-52), tata bahasa struktural pada umunya dan sintaksis struktural khususnya didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
a.       Prioritas bahasa lisan
Linguistik struktural berpendapat bahwa bahasa lisan adalah primer dan bahasa tulisan pada dasarnya adalah alat untuk mempresentasikan bahasa lisan dalam medium lain. Prinsip dari prioritas bahasa lisan terhadap bahasa tulisan berarti bahwa bahwa bahasa lisan lebih tua dari pada bahasa tulisan.
b.      Linguistik adalah ilmu pengetahuan deskriptif, bukan preskreptif
Ahli tata bahasa tradisional cenderung untuk mengonsumsikan bahwa bahasa tulisan bukan hanya fundamental dari bahasa lisan, tetapi juga bahwa suatu bentuk tertentu dari bahasa tulisan, yaitu bahasa sastra, “ lebih murni” dan lebih “benar” disbanding dengan semua bentuk bahasa lainnya; dan bahwa tugasnya sebagai tatabahasawan adalah untuk menjaga kelangsungan dari bentuk bahasa  ini dari kerusakan.
c.       Linguis tertarik pada semua bahasa
Kebanyakan linguis dewasa ini menahan diri dari berspekulasi tentang asal-usul perkembangan bahasa dalam istilah umum. Mereka telah menemukan bahwa telaah semua bahasa memberi harapan. Hasil telaah seperti ini sampai sekarang belum memberikan titik-titik terang pada masalah yang lebih umum dari asal-usul dan perkembangan bahasa dalam sejarah masa lalu manusia.
d.      Prioritas pemerian sinkronis
Pemerian sinkronis tidak terbatas pada analisis bahasa lisan modern. Seseorang dapat melakukan analisis sinkronis dari bahasa yang telah “ mati” asalkan ada cukup bukti yang disimpan dalam catatan-catatan tertulis yang disampaikan kepada kita.
e.       Pendektan struktural
Ciri yang paling menonjol dari linguistic modern  adalah strukturalisme. Hal ini berarti bahasa dipandang sebagai suatu sistem hubungan yang unsur-unsurnya  tidak mempunyai validitas secara bebas akan ekuivalensi dan kontras yang berlaku diantaranya.
f.       Langue dan parole
Hubungan antara langue dan parole sangat kompleks, dan agak controversial. Ujaran adalah contoh parole, yang dijadikan sebagai bukti oleh linguis untuk kontruksi struktur yang mendasar : langue. Karena itu, langue yaitu sistem bahasa , yang dideskripsikan oleh linguis.  
2.      Konsep-konsep dasar sintaksis
a.       Klasifikasi kata
Fries seorang strukturalis menyatakan bahwa klasifikasi kata tradisional, yang umumnya mengelompokkan semua kata ke dalam delapan jenis, yaitu nomina, pronominal, verbal, adjektiva, adverbial, preposisi, konjungsi dan interjeksi. Fries (1964:76-109) mengklasifikasikan semua kata dalam bahasa inggris ke dalam dua kelas utama yaitu (1) kata-kata kelas (class word) dan (2) kata-kata fungsi (function words).
b.      Kontruksi sintaksis
Kontruksi sintaksis adalah pengaturan kata-kata atau kelompok-kelompok kata menjad kesatuan yang bermakna:dan kontruksi sintaksis sintaksis terdiri atas frasa, klausa dan kalimat.
c.       Konstituen
Konstituen adalah suatu satuan sintaksis yang berkomunikasi dengan satuan sintaksis hanya untuk membuat konstruksi.
d.      Analisis konstituen langsung
Menurut teknik ini, suatu konstruksi selalu dianalisis kedalam dua konstituen langsungnya. Selama masih ada konstituen yang merupakan konstruksi, maka konstruksi harus dianalisis ke dalam konstituen langsungnya hingga konstituen akhir tercapai, yaitu kata-kata tunggal.
3.      Organisasi sintaksis struktural



Sintaksis

Konstruksi sintaksis
frasa
Klausa
kalimat
Kaidah-kaidah sintaksis
Analisis sintaksis
 














                                                                                                 
b.      Teori-teori tata bahasa generative transformatif
1.      Latar belakang sejarahnya
        Dalam tahun 1957, ketika pengaruh strukturalisme mencapai puncak kejayaannya, Noam Chomsky, seorang guru besar dalam bahasa-bahasa modern di Institut Teknologi Massachusetts, menerbitkan bukunya yang berjudul Syntac. Dalam bukunya Chomsky menentang asumsi kebanyakan asumsi dasar tentang tahanan linguistik.
         Asumsi-asumsi linguistik struktural tidak mampu menangani kalimat-kalimat taksa atau kalimat ambigu. Ambiguitas ini tidak hanya berasal dari kata-kata didalam kalimat tersebut, melainkan berasal dari struktur kalimat.
         Sehubungan dengan ketidakmampuan teori linguistik struktural untuk memecahkan berbagai masalah kebahasaan tersebut, maka Chomsky memperkenalkan teori tata bahasa generatif transformasional (TGT) sebagai reaksi terhadapnya. Teori TGT benar-benar berlandaskan pada kreteria tiga ilmiah, yaitu keajegan-diri (self-consistency), kesederhanaan-kehematan (economy), dan ketuntasan ( Samsuri dalam Aminuddin, (1990:55).
2.      Prinsip-prinsip TGT
      Menurut Chomsky (1965-3-9), teori sintaksis TGT adalah teori tentang kompetensi. Kompetensi adalah pengetahuan penutur asli tentang bahasanya. Teori linguistik bersifat mentalistik, karena itu teori itu berurursan dengan penemuan realitas mental yang mendasari tingkah laku aktual mendasar.
        Kedua bahasa itu bersifat kreatif dan inofatif. Ketiga TGT adalah seperangkat kaidah yang memberikanpemerian-pemerian gramatikal kepada kalimat. Keempat, bahasa adalah cerminan pikiran.
      Menurut Akmajian dkk. (1984:5-7) asumsi-asumsi dasar TGT adalah sebagai berikut:
       Pertama, bahasa manusia pada semua tingkatan dikuasai oleh kaidah. Kedua, bahasa manusia yang beraneka ragam itu membentuk suatu fenomena yang menyatu. Ketiga tujuan akhir linguistik bukanlah semata-mata untuk memahami bagaimana bahasa itu terbentuk dan bagaimana fungsinya.
3.      Konsep-konsep dasar TGT
a.       Kompetensi
        Kompetensi merujuk kepada kemampuan penutur-pendengar yang ideal untuk mengasosiasikan bunyi dengan makna sesuai dengan kaidah-kaidah bahasanya (Chomsky, 1972:116).
b.      Performansi
         Performansi yaitu apa yang sesungguhnya dilakukan oleh penutur dan pendengar , didasarkan bukansaja pada pengetahuannya tentang bahasanya, tetapi juga pada banyak faktor lain seperti keterbatasan ingatan, perubahan perhatian dan minat, gangguan, pengetahuan non-linguistik dan kepercayaan, dan sebagainya (Chomsky dan Halle, 1968:3).
c.       Struktur batin dan struktur lahir
         Istilah struktur batin digunakan untuk merujuk kepada representasi mental yang mendasari suatu ujaran. Menurut teori Port-Royal, struktur lahir bersesuaian dengan bunyi, yaitu aspek fisik bahasa; tetapi ketika sinyal dihasilkan dengan struktur lahirnya, maka disitu berlangsung analisis mental yang sesuai dengan apa yang kita sebut struktur batin, yaitu struktur formal yang menghubungkan secara langsung bukan kepada bunyi, melainkan kepada makna.
d.      Kaidah struktur frasa
            Kaidah struktur frasa adalah serangkaian pernyataan yang menjelaskan, antara lain, tentang urutan unsur-unsur yang mungkin dalam suatu kalimat atau kelompok kata.
e.       Pemarkah frasa
             Menurut Crystal (1980:270) pemarkah frasa adalah istilah yang digunakan dalam linguistik generatif untuk merujuk kepada representasi struktur kalimat dalam kaitannya dengan kurung berlabel, sebagaimana diberikan oleh kaidah-kaidah tata bahasa.
             Menurut Ambrose-Grillet (1978:70) ada tiga jenis pemarkah frasa, yaitu (1) pemarkah frasa basis, (2) pemarkah frasa turunan, dan (3) pemarkah frasa umum.
f.       Transformasi
              Menurut Crystal (1980:362) transformasi adalah suatu operasi linguistis formal yang memungkinkan dua tingkatan representasi struktural untuk ditempatkan dalam korespodensi.
4. Organisasi Sintaksis TGT
Chomsky (1965:15-18) mengemukakan bahwa TGT merupakan sistem kaidah yang dapat digunakan untuk menghasilkan kalimat yang tidak terbatas jumlahnya. Sistem kaidah ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga komponen utama, yaitu :
-                 Komponen sintaksis memerinci seperangkat objek formal yang abstrak. Tiap-tiap objek ini mengandung semua informasi yang relevan dengan interpretasi tunggal mengenai kalimat tertentu.
-                 Komponen fonologis menentukan bentuk fonetis suatu kalimat yang dihasilkan oleh kaidah sintaksis. Hal ini berarti bahwa komponen fonologis menghubungkan suatu struktur yang dihasilkan oleh komponen sintaksis dengan suatu sinyal yang dinyatakan secara fonetis.
-                 Komponen semantis menentukan interpretasi semantis suatu kalimat. Hal ini berarti bahwa komponen semantis menghubungkan suatu struktur yang dihasilkan oleh komponen sintaksis dengan representasi semantis tertentu.

Selanjutnya, komponen sintaksis terdiri atas dua sub-komponen, yaitu (1) sub-komponen basis dan (2) sub-komponen transformasi sub-komponen basis terdiri atas dua bagian, yaitu (a) kaidah struktur frasa (KSF) dan (2) leksikon. Sub-komponen basis menghasilkan seperangkat untaian dasar yang sangat terbatas.

C. Teori Sintaksis Tata Bahasa Kasus
1. Prinsip-prinsip Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus, yang pertama-tama diperkenalkan oleh Charles Fillmore. Merupakan modifikasi berat dari teori TGT standar yang mendasarkan diri pada perbedaan yang jelas antara struktur batin dan struktur lahir. Oleh karena itu, maka sebagian dari prinsip-prinsip TGT yang dibahas terdahulu juga berlaku bagi tata bahasa kasus (TK). Fillmore ( dalam Bach dan Jarms, 1968:2-3 ) menambahkan beberapa prinsip atau asumsi penting sebagai berikut :
a.        Sintaksis mempunyai kedudukan sentral dalam tata bahasa
b.        Kategori-kategori tersembunyi ( covert categories ) memainkan peranan yang penting
c.         Struktur dasar kalimat.

2. Konsep-konsep Dasar Teori Sintaksis Tata Bahasa Kasus
a. Kasus
ada satu konsep dasar, yaitu kasus yang dimasukkan ke dalam komponen basis, untuk memperoleh struktur batin yang lebih dalam. Crystal ( 1980:53) mendefinisikan kasus sebagai suatu kategori gramatikal yang digunakan dalam analisis kelas-kelas kata untuk mendefinisikan hubungan-hubungan sintaksis antara kata-kata dalam kalimat. Selain itu, Kridaklasana (1982:74 ) menyatakan bahwa kasus adalah kategori gramatikal dari nomina, atau adjektiva yang memperlihatkan hubungannya dengan kata lain dalam konstruksi sintaksis.
Kasus-kasus tersebut adalah sebagai berikut :
1.        Agentif, kasus dari pelaku pekerjaan yang bernyawa, yang dinyatakan oleh verba.
2.        Instrumental, kasus dari kekuatan atau objek yang terlihat secara kasual dalam aksi yang dinyatakan oleh verba.
3.        Datif, kasus dari makhluk bernyawa yang dipengaruh oleh status aksi yang dinyatakan oleh verba.
4.        Fa’atif, kasus dari objek atau makhluk yang berasal dari aksi atau status yang dinyatakan oleh verba,atau dipahami sebagai bagian dari makna verba.
5.        Lokatif, kasus yang mengidentifikasi lokasi atau orientasi ruang dari status atau aksi yang dinyatakan oleh verba.
6.        Objektif, kasus yang paling netral secara semantis, kasus dari yang dapat diwakili oleh nomina yang peranannya dalam aksi atau status yang dinyatakan oleh verba.

b. Kerangka Kasus
verba diseleksi menurut lingkungan kasus yang disiapkan kalimat lingkungan kasus ini disebut kerangka kasus ( case frame ). Setiap verba hendaknya dikaitkan dengan kasus yang dapat menyertai atau muncul bersamanya. Verba lari, misalnya, dapat dimasukkan ke dalam kerangka [ - A ], verba sedih ke dalam kerangka [ - D ], verba memindahkan dan membuka ke dalam kerangka [ - O + A ], verba membunuh dan menteror ( yaitu verba yang memerlukan subjek bernyawa dan objek bernyawa ) ke dalam kerangka [ - D+A ], verba memberi ke dalam kerangka [- O+D+A], dan sebagainya.
Verba oven, misalnya, dapat muncul dalam [ - O ], [ - O + A ], [ - O + INS ], dan [ - O + INS + A ] seperti dalam kalimat-kalimat berikut :
The door opened                     [ - O]
John opened the door             [-O+A ]
The wind opened the door      [- INS + A ]
John opened the door with a chisel [-O+INS+A ]

c.Modalitas dan Proosisi
struktur dasar kalimat terdiri atas dua komponen, yaitu (1) proposisi dan (2) modalitas. Proposisi adalah seperangkat hubungan yang melibatkan verba dan nomina, sedang modalitas merupakan komponen yang mencakup negasi,tense,modus,dan aspek. Dengan demikian, struktur kalimat dapat dinyatakan sebagai berikut :
s ------- > M ( odalitas ) + P ( roposisi )

3. Kaidah- kaidah Tata Bahasa Kasus
a. Sà  M P
b. PàV C1 C2 ................Cn
c. K à FN
d. FN à Det N

4. Organisasi Sintaksis TK
Organisasi sintaksis TK hampir sama dengan organisasi sintaksis TGT, hanya bedanya, Fillmore memasukkan konsep kasus ke dalam komponen basis. Komponen basis ini terdiri atas unsur-unsur berlabel secara semantis yang tidak berurutan. Struktur semantis lalu diubah menjadi struktur lahir dengan serangkaian transformasi, beberapa diantaranya menciptakan subjek,objek, dan objek tak langsung. Jadi, struktur batin yang disajikan oleh Fillmore umumnya bersifat semantis dan mendapatkan struktur semantis melalui seperangkat kaidah realisasi inti yang memetakan struktur batin yang mencakup verba dan sejumlah frasa nomina yang berpemarkah kasus ke dalam struktur lahir.


a.    1)               S

              M                                             p
                       
                                    V                                 O
                                                                         
                                                   K                                    FN
                                                                                         
                                                                        Det                              N
                                                                                                                 
            Past               open                               the                              door



a.    2)                             S
        
   O                              M                     P
                                    
         K                   FN                                                pengedepanan kategori kasus

                 Det                                N
                                 
                  The                door  past              open




3)                                  S
                                   
                FN                      M                          P                                             
Pelepasan preposisi subjek yang melesapkan preposisi dan label kasus
      Det                   N                                      V                                
                                                                                   
                                                                       
           
      The                 door       past                   open                           


4)                                              S
                                               
                            FN                                            P
                                                                                                Inkorporasi tense ke dalam verba
                Det                   N                                V


                 The                door                             opened







b.    1)                                        S
                                   

   M                                       P                                    
                                                                                   
                                          
            V             O                             D               A
                                                                                               
                                                           
                    K         FN                K          FN   K           FN
                                                                 
                                                            Det      N      Det             N   
                       Det             N




 Past     give     the           books           my   brother   by            John
D. Teori sintaksis Tata Bahasa Lexicase
1.      Prinsip-prinsip Tata Bahasa Lexicase
Tata Bahasa Lexicase pertama dicetuskan oleh Stanley Starosta dalam bukunya The Case For Lexicase : An outline of Lixecase Grammatikal Theory dalam tahun 1988. Sebenarnya Lixecase juga merupakan perkembangan lebih lanjut dari TGT. Oleh karena itu, maka prinsip-prinsip TGT juga berlaku bagi Lixecase, namun ada perbedaan-perbedaan di sana sini. Perbedaan menonjol terletak pada tingkatan analisis. Jika TGT mengenal dua tingkatan analisis, yaitu tingkatan struktur batin dan tingkatan struktur lahir, maka Lixecase hanya  mengenal satu tingkatan analisis saja yaitu hanya membuat satu referensi tunggal untuk setiap kalimat dalam bahasa yang bersangkutan.

2.      Konsep-konsep dasar Tata Bahasa Lexicase
Lexicase  memperkenalkan dua konsep dasar yaitu 1. Bentuk kasus dan 2. Relasi kasus.
a.       Bentuk-bentuk kasus
Menurut Starosta (1976:504), setiap bahasa mempunyai sekurang-kurangnya bentuk kasusus normatif [+NM] (struktur lahir subjek gramatikal) dan bentuk akusatif [+AC] (struktur lahir non-subjek). Karena bentuk-bentuk kasus diungkapkan utamanya oleh nominatif dan akusatif, maka suatu bentuk kasus dapat merealisasikan lebih dari satu relasi kasus.

Contoh:
        The              window           broke
           +N                 [+V]
+NM      
+PAT


A            hammer                 broke                the                  window
                               +N                       [+V]                                         +N
                               +NM                                                                     +AC
+PAT                                                                    +PAT
  John           broke             the               window             with         a           hammer
   +N             [+V]                                    +N                                                  +N
   +NM                                                     +AC                                               +AC
   +A                                                         +PAT                                             +INS

b.      Relasi Kasus dan Peran Kasus
Relasi kasus adalah relasi sintaksis yang dikontrak oleh verba dengan satu actant atau lebih. Menurut Anderson (1971:10). Relasi kasus adalah relasi gramatikal yang dikontrak oleh nomina yang mengungkapkan sifat partisipasinya dalam proses status yang dinyatakan dalam kalimat. Relasi-relasi kasus diambil dari suatu himpunan universal yang terdiri atas sejumlah hubungan kasus. Manifestasi relasi kasus (pemarkah kasus) dapat dikelompokkan ke dalam suatu himpunan bentuk kasus, yang diambil dari himpunan universal yang terbatas. Starosta (1977:9) mengemukakan daftar relasi kasus sintaksis sebagai berikut:

1977                                                 1978
A       - Agent                                   A      - Agent
EXP  - Experiencer                          COR - Correspondent
BEN - Benefit                                 REF  - Reference
INS   - Instrument                            INS   - Instrument
LOC - Locus                                   LOC - Locus
PLC - Place                                     PLC - Place
PAT - Patient                                  PAT - Patient
MAN                                               - Manner   MAN   - Manner
TIM - Time                                     TIM - Time

1.      Patient [+PAT]
            Istilah Patient adalah digunakan oleh beberapa linguis sebagai pengganti relasi kasus Objektif. Relasi kasus objektif adalah kasus yang paling netral ditinjau dari segi semantis, yaitu kasus sesuatu yang dapat dinyatakan oleh nomina yang perannya dalam aksi atau keadaan yang dinyatakan oleh verba, konsep yang dibatasi pada hal-hal yang dipengaruhi oleh aksi atau keadaan yang dinyatakan oleh verba.

2.      Agen [+A]
            Agent  adalah penyebab tak langsung aksi dari verba (Starosta, 1978:478). Dalam sistem Lexicase, Agent tidak pernah muncul sendirian. Agent harus selalu muncul bersama Patient, karena dalam tata bahasa Lexicase setiap kalimat mengandung sekurang-kurangnya satu Patient (kecuali verba meteorologis).

3.      Benefit [+BEN]
            Relasi kasus benefit adalah relasi dari sesuatu yang untuk keuntungannya atau kepentingannya suatu aksi yang dilakukan, atau yang untuk kepentingannya suatu keadaan terjadi, atau yang diberikan sebagai penggganti untuk sesuatu yang lain, atau alasan atau tujuan untuk suatu aksi dilaksanakan (Starosta, 1974:1083). Relasi kasus ini juga diberi batasan sebagai kasus dari target atau titik referensi evaluatif dari aksi atau keadaan secara keseluruhan (Starosta, 1977:23;1978:500), Starosta (1978:500) telah mengubah nama relasi kasus ini menjadi Reference [+REF].
4.        Experiencer [+EXP)
         Relasi kasus Experiencer adalah makhluk bernyawa yang dipengaruhi oleh peristiwa psikologis atau keadaan mental yang dinyatakan oleh verba (Fillmore, 1971:42). Cool (1072:17) mendefinisikan Experiencer sebagai kasus yang diperlukan oleh suatu verba experiensial yang memerinci penderita dari peristiwa psikologis dan sensasi, emosi atau kognisi. Starosta (1977:22) memberi batasan Experiencer sebagai relasi kasus dari entitas yang muncul dengan verba yang juga memberi peluang kepada actant Patient untuk muncul bersama dengannya dalam kalimat yang sama, yang menyatakan bahwa Experiencer biasanya merupakan entitas bernyawa yang mengalami pengalaman psikologis yang isinya dinyatakan sebagai Patient.
5.      Locus [+LOC]
         Dalam tata bahasa lexicase baik lokasi maupun arah dicakup oleh relasi kasus ini, sehingga tidak perlu menetapkan relasi-relasi kasus Source, Goal, atau Path secara terpisah.
6.      Place [+PLC]
               Relasi kasus Place mengidentifikasikan setting dari aksi atau keadaan secara keseluruhan. Relasi kasus ini hendaknya dibedakan dengan relasi kasus Locus. Kedua relasi kasus ini bersatu dalam satu bentuk kasus yang disebut Locative [+L].
7.      Instrument
         Relasi kasus ini menyatakan kekuatan atau objek tak bernyawa, yang secara kausal terlibat dalam aksi atau keadaan yang dinyatakan oleh verba 9Fillmore, 1968:24). Relasi kasus ini juga mencakup konsep alat bagi terjadinya apa yang dimanifestasikan oleh verba; dapat muncul sebagai alat yang mengakibatkan peristiwa. Hal ini sejalan dengan batasan relasi kasus dalam tata bahasa lexicase: entitas yang dipahami sebagai sebab efektif langsung dari aksi atau peristiwa yang dirujuk oleh predikator utama (Starosta, 1978:480).

8.      Manner [+MAN]
         Relasi kasus manner ditafsirkan memberikan jalan, cara, atau kondisi di mana suatu aksi dilakukan (Starosta, 1974:1085;1978:561). Relasi kasus manner diungkapkan dengan frasa preposisi dengan with dan by.

9.      Time [+TIM]
         Relasi kasus Time terdapat di antara predikat dan actants yang menyatakan waktu atau lamanya. Actant Time dapat muncul dengan jenis predikat apa saja, kecuali verba peristiwa, walaupun kebanyakan predikat memberikan restriksi terhadap jenis yang dimungkinkan.
3.      Organisasi Tata Bahasa Lexicase
Organisasi Tata Bahasa Lexicase dapat digambarkan sebagai berikut:

 Komponen Basis
Kaidah Struktur Frasa (KSF)
Leksikon
Kaidah Leksikal:
- Kaidah Subkategorisasi
- Kaidah Kelimpahan
- Kaidah Derivasi

Entri Leksiskal:
-          Refresentasi Fonologis
-          Ciri Kategori Leksikal
-          Ciri Kasus
-          Ciri Sintaksis Lain
-          Ciri Semantis

 









Diagram Pohon                                                     Butir Leksiskal

                                  Refresentasi Sintaksis
Komponen Fonologis
                                                            
                                 RefresentasiFonologis
E. Teori Sintaksis Tata Bahasa Relasional
1. Prinsip-prinsip Tata Bahasa Relasional
            Tata bahasa relasional mula-mula dikembangkan oleh David Perlmultter dan Paul Postal pada tahun 1977 dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.       Relasi gramatikal seperti subjek, objek langsung, objek tak langsung, dan relasi-relasi lainnya diperlukan untuk mencapai tiga tujuan teori linguistik, yaitu: 1. untuk memformulasikan kesemestaan linguis, 2. untuk memberi ciri kepada kelas kontruksi gramatikal yang ditemukan dalam bahasa-bahasa alamia, dan 3. untuk membentuk tata bahasa yang memindai dan berwawasan penuh dari bahasa-bahasa individual.
b.      Relasi-relasi gramatikal tidak dapat diberi batasan dalam kaitannya dengan konsep-konsep lain, seperti urutan kata, konfigurasi struktur frasa, atau pemarkahan kasus, melainkan harus dipandang sebagai unsur-unsur mendasar dari teori linguistik.
c.       Minimal ada tiga hal yang harus dirinci dalam refresentasi sintaksis, yaitu: 1. unsur-unsur mana yang menyandang relasi gramatikal terhadap unsur-unsur lain, 2. relasi gramatikal mana yang disandang oleh setiap unsur terhadap unsur-unsur lainnya, dan 3. tingkat mana setiap unsur menyangdang relasi gramatikal terhadap unsur-unsur lainnya.
2. Konsep-konsep Dasar Tata Bahasa Relasional
a. Relasi Gramatikal
            Tentu saja konsep-konsep dasar yang telah dibahas dalam teori-teori sintaksis terdahulu juga berlaku bagi tata bahasa relasional. Namun TR mengenal relasi-relasi gramatikal: subjek, objek langsung, objek taklangsung, dan sejumlah relasi oblik (lain), seperti lokatif, instrumental, dan benefaktif.
b. Jaringan Relasi
            Struktur klausa dinyatakan sebagai jaringan arc, yang merupakan anak panah melengkung yang menghubungkan simpai ekor kepala. Setiap arc mempunyai label untuk relasi dan satu atau lebih koordinat yang menunjukkan stratum atau strata di mana relasi itu berlaku. Fakta bahwa satu unsur linguistic tertentu menyandang relasi gramatikal tertentu terhadap unsure lain pada tingkat tertentu.
3. Kaidah-kaidah Tata Bahasa Relasional
a. The I-Advancement Exclusivenes Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa suatu klausa tertentu hanya dapat mengalami satu pengendapan ke 1.
b. The Final I Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa setiap klausa dasar harus mempunyai sebuah arc-1 dalam stratum akhir.
c. The Nuclear Dummy Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa unsur ‘dummy’ suatu unsur abstrak yang mewakili suatu kategori yang biasanya dilambangkan dengan        tidak dapat mengepalai arc dengan sinyal R selain dari 1 dan 2.
d. The Relational Succession Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa sebuah unsur ‘ascendee’ (unsure yang ditingkatkan) menyandang relasi gramatikal penerima dari mana unsur itu ditingkatkan.
e. The Host Limitation Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa hanya nominal yang menyandang relasi term yang dapat bertindak sebagai penerima peningkat.
f. The Stratal Uniqueness Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa tidak boleh dari satu nominal yang dapat mengepalai arc dengan sebuah sinyal R dari term tertentu dalam stratum tertentu.
g. The Oblique Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa suatu unsur terikat yang menyandang relasi oblik tetap menyandang relasi itu dalam stratum awal.
h. The Motivated Chomage Law
            Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak diciptakan secara spontan, melainkan sebagai hasil dari pengedepanan, peningkatan, atau kelahiran ‘dummy’.
i.     The Chomeur Advancement Ban
Kaidah ini menyatakan bahwa chomeur tidak dapat dikedepankan.
4. Organisasi Tata Bahasa Relasional
            Tata bahasa relasional dapat digambarkan sebagai berikut:
    Relasi Gramatikal                            Leksikon
                                    Jaringan Relasi
                            Kaidah/Hukum Relasional

                               Representasi Sintaksis
5. Analisis Klausa/Kalimat
a. The Women Walked
                       
                        Pred     c1        1          c1

                        Walked                        The woman
b. The Farmer Killed the duckling
c. The duckling was killed by the farmer
d. Jhon killed the duckling with an axe
e. The womwn believed that john killed the farmer
f. Ali membawa surat ini kepada saya
g. Ali membawakan saya surat ini
h. Surat ini dibawakan kepada saya oleh Ali
i. Saya dibawakan surat ini oleh Ali

F. Teori Sintaksis Tata Bahasa Tagmemik
1. Prinsip-prinsip Tata Bahasa Tagmemik
            Teori tata bahasa tagmemik pertama-tama dikembangkan oleh Kenneth L. Pike, dan digunakan oleh Summer Institute Of Linguistics (SIL) untuk pelatihan analisis bahasa. Teori ini diciptakan untuk memecahkan masalah-masalah lapangan yang konkret dan didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
a.    Bahasa sebagai tingkah laku manusia
Bahasa adalah bagian integral tingkah laku manusia. Ini berarti bahasa dapat dianalisis dan dipahami sebaik-baikn ya sebagai suatu aspek dari tingkah laku manusia. TT agak unik karena kebanyakan prinsip dasarnya dinyatakan berlaku bagi semua tingkah laku manusia, termasuk bahasa. Karena itu, tagmemik menolak pandangan bahasa yang mentalistik. Selain fungsi simbolis atau fungsi representasional, bahasa juga mempunyai fungsi komunuikatif yang sangat penting.
Terakhir, tagmemik ingin dan siap untuk merangkul berbagai alat representasional untuk tujuan yang berbeda-beda, dan tidak memberikan signifikansi empiris kepada alat-alat yang digunakannya secara normal. Selain itu, tidak ada desakan bahwa hanya ada satu tata bahasa yang benar, atau satu teori yang benar.
b.   Semua tingkah laku purposive, termasuk bahasa, muncul dalam satuan-satuan atau “kepingan-kepingan”.
Suatu satuan dapat ditentukan menurut cirri-ciri pembeda yang mengkontraskannya dengan satuan-satuan lain dalam kelas, gugus, atau system. Satuan ini dapat berbeda dalam bentuk fisiknya dalam batas-batas tertentu.
c.    Pentingnya Konteks
            Satuan-satuan tidak terjadi dalam isolasi; satuan-satuan itu terjadi dalam konteks. Hal ini berarti bahwa factor-faktor penyebab bagi variabel dapat ditemukan dalam konteks. Hal ini juga berarti bahwa dalam tata bahasa, kalimat hendaknya tidak dianalisis dalam isolasi, melainkan dalam konteks.
d.   Hierarki, tonggak dari tagmemik
Hierarki di sini merujuk kepada hierarki sebagian dan keseluruhan, ketimbang hierarki taksonomis atau hierarki tipe aksesibilitas. Yaitu, satuan-satuan kecil umumnya terjadi sebagai bagian dari satuan-satuan yang lebih besar, yang pada gilirannya dapat menjadi bagian dari satuan-satuan yang lebih besar lagi. Secara khusus, ujaran-ujaran linguistis dipandang terstruktur dengan tiga hierarki yang simultan dan saling mengunci: yaitu hierarki fonologis, gramatikal, dan referensial.
Hierarki fonologis mencakup fonem dan silabe pada tingkat yang lebih rendah; kemudian kelompok tekanan, kelompok ritme, dan sebagainya. Hierarki referensial mencakup struktur isi atau makna, hubungan tingkah laku penutur- pendengar, emosi, pragmatic, dan teori tindak-turut merupakan bagian dari hierarki referensial.
e.    Teori tagmemik secara formal mengenal perspektif pengamat yang bervariasi
            Sekurang-kurangnya ada tiga perspektif yang berbeda, namun saling melengkapi yang dapat dipakai untuk meninjau butir-butir yang sama. Dalam pandangan statis, butir-butir sebagai benda-benda individual dan berbeda menjadi pusat perhatian. Pandangan dinamis memusatkan perhatian pada dinamika butir-butir yang bertumpang-tindih, bercampur, dan bergabung antara satu dengan lainnya. Terakhir, perspektif relasional yang memusatkan perhatian pada hubungan antara satuan-satuan dengan memperhatikan jaringan, medan, atau matriks.
2. Konsep-konsep Dasar Tata Bahasa Tagmemik
a. Tagmem
            Satuan dasar dalam analisis tagmemik adalah tagmem, yaitu korelasi gatra fungsional dengan kelas butir yang mengisi gatra itu. Menurut Elson dan Pickett (1962:57), tagmem adalah korelasi fungsi gramatikal atau gatra dengan kelas butir yang dapat saling menggantikan dalam mengisi gatra itu. Tagmem adalah korelasi antara gatra-gatra di mana baik fungsi maupun bentuk diberi nama secara eksplisit.
            Gatra adalah posisi dalam kerangka konstruksi, yang menjelaskan peran dari bentuk linguistic dalam konstruksi, yang berkaitan dengan bagian-bagian lain dari konstruksi yang sama. Fungsi adalah hubungan gramatikal yang menjawab pertanyaan tentang apa yang dilakukan bentuk dalam konstruksi, dan diberi label sebagai subjek, predikat, inti, modifikatr dan sebagainya. Kelas pengisi adalah daftar dari semua butir yang dapat saling dipergantikan untuk mengisi gatra fungsional.
b. Konstruksi Sintagmem
            Konstruksi sintagmem adalah untaian tagmem yang potensial, yang gugus morfemnya mengisi gatra gramatikal. Konstruksi dalam tagmemik tidak wajib bersifat kompleks, namun harus merupakan untaian potensial. Tagmem bukan saja merupakan suatu satuan, tetapi juga mengungkapkan hubungan-hubungan gramatikal dalam konteks konstruksi. Konstruksi tidak mungkin ada tanpa rujukan kepada sintagmem atau konstruksi.
c. Pemetaan
            Menurut Pike, bahasa dapat dideskripsikan dalam kaitannya dengan hierarki segi-tiga antara fonologi, leksikon, dan tata bahasa. Tingkat-tingkat yang paling umum digunakan adalah tingkat kalimat, klausa, frasa, kata, dan tingkat morfem. Dengan mengelompokkan konstruksi pada rangkaian tingkat alamiah, struktur bahasa dinyatakan sebagai suatu pemetaan teratur pada tingkat yang lebih rendah ke dalam struktur pada tingkat yang lebih tinggi. Morfem dipetakan ke dalam kata, kata ke dalam frasa, frasa ke dalam klausa dan klausa ke dalam kalimat dengan cara yang teratur.
3. Organisasi Tata Bahasa Tagmemik
            Tata bahasa tagmemik terdiri atas tiga komponen, yaitu (1) komponen tata bahasa, (2) komponen leksikon, dan (3) komponen fonologis. Komponen tata bahasa merupakan serangkaian pernyataan sintaksis mengenai struktur kalimat, klausa, frasa, dan struktur kata. Leksikon mendaftarkan satuan-satuan bentuk dari bahasa, disertai dengan klasifikasi dan maknannya, serta kaidah morfofonologis untuk menjelaskan bentuk-bentuk morfem yang bervariasi. Terakhir, komponen fonologis memberikan kepada kalimat fonemis realisasi fonetis dalam bahasa tersebut.